SURAT UNTUKMU.

Bagaimana kabarmu?

Maksudku,
Bagaimana kabarmu setelah pergi dariku?
Apakah bersamanya terasa begitu menyenangkan sampai kau hempas aku jauh-jauh?

Maaf, aku belum benar-benar sembuh dari luka itu.
Aku tak menyangka merelakanmu akan menjadi hal yang sangat sulit bagiku.
Menjadi hal yang tak mampu aku lakukan. Bukan karena aku tak punya kuasa, hanya saja aku terlalu lemah tuk mengendalikan rasa. Hati ku memilih untuk menetap meski tau akan berakhir sia-sia.

Sudah banyak waktu aku lakukan untuk mencoba melupakan segala tentang dirimu, namun, hasilnya sama saja.
Kau tetap pemeran utama dihatiku.

Entah sudah berapa kali kucoba tuk kubur segala tentangmu, namun hatiku lemah ketika seseorang kembali menyebut namamu.

Berdua kita lalui masa-masa menyenangkan, meski kau anggapku hanya teman.
Kita tertawa, saling menatap, dan mulai merasa nyaman, meski hanya sebatas kawan.

Tanpa kau sadari, perlahan ku mulai jatuh hati. Semakin hari semakin dalam hingga ku lupa bahwa hubungan kita hanya sebatas itu.

Pertemanan ini semakin hari semakin menyiksaku saat ku sadari tiap detiknya perasaanku bertambah besar kepadamu.

Pertemanan ini semakin hari membuatku takut dan khawatir jika perasaanku jatuh semakin dalam.

Setiap malam, logika dan hatiku beradu kuat. Logika ku berseru hentikan sedangkan hatiku tak kalah lantang mengatakan pertahankan.

Diantara pertikaian logika dan hatiku itu, aku menyimpan khawatir.
Bagaimana jika aku teruskan kemudian aku akan berubah egois dan menginginkanmu hanya untuk diriku saja?
Bagaimana jika nanti aku benar-benar jatuh semakin dalam dan ku akui itu, namun kau tak punya rasa yang sama dan memilih untuk mengakhiri segalanya?
Bagaimana aku harus berpura-pura tak apa-apa saat kau memilih untuk pergi begitu saja?

Bak alam tak mengizinkan kau menjadi milikku, kau datang membawa berita bahagiamu.

Hancur.
Hanya itu kata yang bisa mewakili rasaku.
Kau memilihnya, kau bersamanya, dan kau jadikan dia seseorang yang istimewa.
Ia sungguh beruntung.
Mendapatkanmu utuh.
Tanpa harus berpura-pura tak cinta saat hati benar-benar berbunga-bunga.
Tanpa harus berpura-pura baik-baik saja meski hati tersayat oleh luka.

Mengapa harus dia?
Mengapa dia yang buatmu jatuh cinta?
Bukankah aku yang selama ini menemani duka-dukamu?
Bukankah aku yang selama ini ada di sisimu?
Mengapa harus dia? Mengapa bukan aku?
Mengapa?!

Bahagialah bersamanya.
Bahagialah terus.
Jangan buat aku menderita lagi.
Karena, sangat sakit mendengarmu terluka untuk kesekian kali.
Sangat sakit mendengarmu menderita lagi.

Dan aku?
Aku tetap disini.
Mencoba menyembuhkan lukaku sendiri, Mencoba mengubur harapan indah yang ku rangkai sendiri.

Ah, dan mungkin....
Mungkin saja...
Aku tetap menjadi seseorang yang diam-diam mencintaimu,
Meski sampai kapanpun kau takkan pernah memilihku.

Komentar